NEWS TEMPE — Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mengoptimalkan potensi mineral penting seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah sebagai pilar utama dalam mendorong transisi energi hijau dan dekarbonisasi nasional. Langkah ini juga diharapkan menjadi penggerak kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja baru di sektor pertambangan dan industri hilir.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2222983/original/019151000_1526974576-1.jpg)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis di pasar global karena menjadi salah satu produsen terbesar mineral transisi yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik (EV), energi terbarukan, dan teknologi penyimpanan energi.
Baca Juga : DPR Peringatkan Polemik Atlet Israel di Kejuaraan Senam Jakarta
“Mineral kritis seperti nikel dan tembaga akan menjadi tulang punggung dekarbonisasi dunia. Indonesia tidak hanya ingin menjadi pengekspor bahan mentah, tetapi juga pusat manufaktur dan pengolahan mineral bernilai tinggi,” ujar Arifin dalam forum Indonesia Green Transition Summit 2025, Jumat (10/10/2025).
Hilirisasi Jadi Kunci Menuju Ekonomi Berkelanjutan
Pemerintah terus memperkuat kebijakan hilirisasi mineral, yang terbukti mendorong peningkatan ekspor produk bernilai tambah dan investasi di sektor industri. Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 50 proyek smelter telah beroperasi dan sebagian besar berada di Sulawesi dan Maluku.
Langkah hilirisasi ini tidak hanya memperkuat daya saing ekonomi nasional, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil dan mendukung pencapaian net zero emission (NZE) 2060.
“Setiap ton nikel yang diolah di dalam negeri memberikan nilai tambah hingga 20 kali lipat dibandingkan ekspor bahan mentah. Ini artinya kesejahteraan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar tambang,” tambah Arifin.
Peran Indonesia di Rantai Pasok Global
Indonesia kini menjadi pemain penting dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik dan energi terbarukan. Pemerintah menjalin kerja sama strategis dengan berbagai negara seperti Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang dalam pengembangan ekosistem baterai dan industri kimia hijau.
Selain itu, Indonesia juga aktif di forum internasional seperti G20 dan ASEAN Minerals Cooperation untuk memperkuat posisi diplomasi sumber daya alam dan memastikan perdagangan mineral dilakukan secara berkeadilan dan berkelanjutan.
“Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi global dalam mengatasi krisis iklim. Melalui pengelolaan mineral yang bijak dan berkelanjutan, kita bisa mewujudkan ekonomi hijau yang inklusif,” kata Arifin.
Peningkatan Kesejahteraan dan Lingkungan Berkelanjutan
Di sisi lain, pemerintah memastikan bahwa kegiatan pertambangan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Penerapan good mining practice dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terus digencarkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tambang.
Pemerintah juga tengah menyiapkan peta jalan (roadmap) mineral kritis nasional 2025–2045, yang akan mengintegrasikan kebijakan industri, energi, dan lingkungan agar sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan.
“Transformasi energi bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang keadilan ekonomi. Kita ingin mineral strategis menjadi berkah bagi bangsa, bukan sekadar komoditas global,” pungkas Arifin.
